APRIL MOP: SEBUAH LELUCON HIDUP
1 April 2016 pukul 00.01 WIB, saya masih tertidur. Masih bermimpi. Entah, saya lupa mimpi apa. Yang saya ingat, waktu itu saya masih kelelahan. Setelah di akhir Maret, saya melalui perjalanan yang cukup melelahkan di ujung selatan negeri ini: Pulau Rote. Juga di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kelelahan ini-pun berimbas pada jam bangun pagi yang menjadi sedikit lebih siang dari biasanya. Belum adanya tanggungan apa-apa di pagi hari, sehingga waktu persiapan berangkat menjadi sesingkat biasanya. Mengijinkan saya untuk tidak datang terlambat ke kantor. Hari itu adalah hari Jumat. Hari kerja terakhir di pekan itu. Selama perjalanan ke kantor, nampak jelas wajah orang-orang yang berangkat waktu itu: senang sumringah. Senang karena besok weekend. Dua hari! Bisa istirahat sepuasnya, bisa melancong sesuka harti, bisa malam-mingguan secapek-capeknya, dan seterusnya. Tetapi, tidak demikian bagi saya. Ini terjadi setelah saya membuka media sosial yang mengingatkan saya kalau hari itu adalah: April Mop alias April Fool’s Day. Sebuah hari dimana orang-orang bebas, sebebas-bebasnya melawak, ngerjain, dan membuat lelucon. Kepada siapapun. Selama setengah hari. Tetapi perasaan saya: saya akan melawak dan membuat lelucon hidup untuk diri saya sendiri. Selama sebulan ke depan!
Buktinya? Silahkan cek riwayat postingan saya di blog
ini selama bulan April. Tidak ada! Nihil! Saya tidak menulis apapun. Inilah
yang saya maksud sebagai sebuah lelucon hidup. Karena saya berprinsip: keputusan
membuat blog baru ini adalah untuk belajar menilai konsistensi dalam hal
menulis. Dan, saya hampir gagal. Hampir memasuki tahap inkonsistensi. Tapi saya
menganggap semua ini adalah bagian dari kekonyolan saya dalam menghadapi bulan
April. Lalu, saya sibuk? Mungkin bisa dikatakan: iya. Tapi awalnya saya juga
berprinsip bahwa sesibuk apapun, saya harus menyempatkan diri untuk menulis
seminggu sekali. Mula-mula taktik ini berhasil. Tapi, perlahan-lahan bergeser
menjadi sebulan sekali. Lalu bergeser lagi menjadi: nihil dalam sebulan. Mimpi
sudah oke untuk terus melaju, tapi
kenyataannya malah memundurkan langkah, dan hampir saja mati karena tidak
bergerak. Beruntung, saya masih punya semangat dari lubuk hati terdalam. Bara
semangat itu memercik dan menertawai kekonyolan saya ini. Katanya, “Sudahlah! Bersihkan
sarang laba-laba di blogmu, wahai manusia yang sok sibuk!”. Dan saya menjawab ejekan-nya
melalui tulisan ini.
Ada satu hal juga yang menampar belahan pipi dan mimpi
saya: tulisan-tulisan super ajaib dan inspiratif dari Pak Dahlan Iskan. Iya,
saya adalah pembaca setia tulisan-tulisan beliau. Kalau kata Mas Pram
(Pramoedya Ananta Toer), bisa jadi saya adalah murid rohani yang paling bodoh
dari Pak Dahlan. Benar saja. Tulisan saya agak-agak berkiblat (mirip, tapi
lebih mendekati tidak mirip) dengan tulisan beliau. Pun demikian dengan
tulisan-tulisan super menampar dari Mas Pram, saya juga mengkiblatkan diri ke sana.
Pun dengan karya-karya puitis Pak Sapardi Djoko Darmono lewat novel “Hujan di
Bulan Juni” yang membingungkan saya berkat sajak-sajak indahnya. Dan, sebagai
pengagum beliau-beliau ini, saya merasa malu. Mungkin mendekati hina. Mas Pram
saja yang hampir dipenjara seumur hidup saja bisa menghasilkan sebuah karya
yang menyempurnakan peradaban lewat “Tetralogi Pulau Buru”. Pak Dahlan saja
yang sedemikian sibuknya masih menyempatkan diri untuk membuat tulisan super
jenius di blog-nya. Bahkan, empat judul tulisan tak tanggung-tanggung di-posting di blog beliau selama bulan
April. Bagus banget, rapi, tanpa salah
ketik, dan tentunya super inspiratif. Judul tulisan yang paling menggigit bagi
saya adalah “Ketika Naga Lagi Menggigit Samurai”. Bukan karena di judulnya ada
kata “menggigit”, tapi karena memang isi dan pesannya yang menggigit seisi
kepala. Naga adalah Tiongkok, dan Samurai adalah Jepang. Jepang yang dikenal
sebagai negara paling pelit dalam alih teknologi (memberikan bocoran teknologi
yang diciptakan) dibilang mulai meleleh. Bahkan, tidak hanya meleleh, Jepang
memberikan penyerahan total dengan menjual perusahaan teknologi Sharp-nya ke
eks negeri jajahannya dulu: Tiongkok. Mendengar eks jajahan Jepang, saya sempat
mengira kalau itu adalah Indonesia. Sudahlah! Tapi bukan tidak mungkin sepuluh,
dua puluh, tiga puluh, atau setahun lagi Garuda yang akan bergilir menggigit
Samurai. Semoga.
Baik. Lupakanlah isu gigit-menggigit itu. Karena saya hanya
bisa gigit jari. Ketika memandangi blog, memandangi postingan terakhir di bulan
Maret 2016. Itupun hanya satu tulisan. Itupun hanya sebatas promosi acara.
Itupun hanya sepersekian halaman. Itupun hanya. Ah, sudahlah.
Padahal
sesungguhnya, saya sudah punya ancang-ancang tiga topik untuk ditulis. Dua
diantaranya seputar perjalanan ala My
Work My Adventure ke Ternate-Tidore (Maluku Utara) dan ke Pulau Rote –
Kupang (Nusa Tenggara Timur) pada bulan Maret. Satunya lagi, topik ketika saya
mengikuti kelas inspirasi di Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau (KIJP) Batch 5 di
Pulau Pramuka tanggal 10 – 12 April 2016, termasuk juga perjalanan sebelum dan
sesudahnya. Sebelumnya, ada kegiatan dua kali briefing dan persiapan pada tanggal 19 Maret dan 3 April 2016.
Setelahnya, ada proses refleksi dan evaluasi pada tanggal 23 April 2016. Juga dengan
kegiatan-kegiatan lainnya, di akhir pekan. Sebut saja ada acara temu relawan ‘New Generation’ Komunitas Jendela
Jakarta pada tanggal 2 April 2016, nonton pertandingan final Bhayangkara Cup
dimana Bali United versus Sriwijaya
FC sesaat setelah briefing KIJP,
persiapan latihan gamelan untuk ngayah di
Pura Agung Taman Sari – Halim Perdana Kusuma tanggal 21 April 2016, lari pagi
di Car Free Day Jakarta, membantu
persiapan bioskop komunitas Jendela dan menjadi pemateri Hari Kartini di
Perpustakaan Serpong tanggal 23 – 24 April 2016, dan diakhiri dengan acara mobile library komunitas Jendela di
Rusun Jati – Cempaka Putih pada tanggal 30 April 2016 yang setelahnya
dilanjutkan dengan lembur akhir pekan: mengerjakan tugas negara di kantor. Singkatnya:
akhir pekan saya tanpa nafas. Maka, sebait paragraf ini adalah alasan kenapa
lelucon hidup ini terjadi.
Kendati demikian, saya masih bisa tetap konsisten
memenuhi kewajiban utama saya setiap akhir pekan: merapikan kamar kosan, mengambil
dan membawa cucian ke jasa binatu – lalu menyisakan daleman untuk dicuci sendiri, mencuci sepeda motor kesayangan, juga
beribadah di Pura. Hanya saja celakanya, komunikasi yang intim dengan keluarga
dan pasangan yang menjadi agak terbengkalai. Di akhir pekan, saya biasanya menelepon
keluarga, minimal SMS untuk menanyakan kabar – menjadi sedemikian jarang-nya.
Pun demikian dengan pasangan. Efeknya pun bisa dipastikan. Kericuhan-kericuhan
kecil terjadi. Beruntungnya masih bisa diatasi, ditanggulangi, dan dibereskan. Saya
memang telah dan cukup menyadari semua ini: segala sesuatu melekat dengan
resikonya. Saya harus menghadapi-nya, resiko terburuk sekalipun. Misalnya:
tidak dianggap lagi sebagai anak, juga tidak dianggap lagi sebagai pasangan. Pilihan
yang cukup beresiko bukan? Syukur, semua itu telah terlewati. Dan yang paling
penting: kemungkinan terburuk itu tidak terjadi!
Tanpa bertele-tele
lagi, bulan April 2016 adalah bulannya lelucon hidup yang saya sutradarai dan
yang saya lakoni sendiri. Padatnya rutinitas di kantor dan penuhnya kegiatan di
akhir pekan, menyisakan setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Blog yang
terbengkalai, hubungan dengan keluarga dan pasangan yang hampir saja mengalami
ke-retak-an adalah pelajaran berharga yang tidak saya temui di sekolah, buku, tulisan
blog, film, dan dimanapun itu. Pelajaran yang memberikan PR (pekerjaan rumah)
tersendiri bagi saya untuk melakoni hidup dan menyeimbangkannya dengan mimpi.
Selalu melangkah ke depan sembari berkaca ke belakang dan sesekali melihat ke
samping kanan dan kiri – lah yang akan selalu saya lakukan. Juga, usaha
pembuktian untuk semua ini. Satu per satu. Tulisan inilah yang menjadi trigger-nya, untuk mengerjakan
tulisan-tulisan lain seputar aktivitas pada bulan Maret dan April 2016 itu. Juga
akan menjadi lensa gabungan – konkaf dan konveks – untuk menyederhakan masalah
sekaligus membesarkan mimpi. Meskipun, kekonyolan seperti ini bisa dimungkinkan
akan terjadi lagi. Dan ia kembali menertawai: Hahahaha.
0 komentar: