Eks 0 Km Jakarta (2015)
Eks 0 Km Jakarta (2015)
“Eks 0 KM Jakarta” adalah sebuah film dokumenter tentang kota pusaka di
Indonesia. Menguak tentang sejarah dan eksistensi Menara Syahbandar yang pernah
dijadikan sebagai titik 0 (nol) KM kota Jakarta pada zaman kolonialisme
Belanda. Nol kilometer bukan hanya penanda awal sebuah jarak, melainkan juga
penanda awal sebuah peradaban.
Director: Putu Dharma Yusa
Co Director: Sadwika Tiara
Camera Person: Ayatullah M. Sholeh
Editor: Sulistiadi
Produced by : MBLOP
________________________________________________
Archive : Script
Tema/Ide Film
Sejarah
telah banyak dilupakan, tidak banyak pula yang meminatinya. Sebut saja, suatu titik
permulaan dari sebuah kota yang menjadi sentral pemerintahan dan bisnis
Indonesia – Jakarta. Banyak yang tak tahu, dimana lokasi titik nol kota ini
berada. Jikalau pun ada yang menjawab, jawabannya saat ini adalah Monumen
Nasional (Monas) sebagai ikon ‘pasaran’ ibukota Jakarta.
Pertanyaannya
adalah apakah iya monumen yang dibangun paska kemerdekaan itu adalah titik awal
kota pusaka Jakarta? Padahal kita tahu Jakarta sendiri sudah ‘tua’ dan beberapa
bulan lagi akan menginjak usia yang ke-488 tahun. Lalu, jika bukan Monas, apakah
ada bangunan atau saksi bisu lain yang menerangkan awal sejarah Jakarta?
Ada
! Hasil riset ‘kecil-kecilan’ mengantarkan pada satu titik lokasi yang
menerangkan bahwa di lokasi itu adalah titik 0 kilometer Jakarta pada masa
lalu. Ialah Menara Syahbandar, sebuah menara setinggi 12 meter ini dibangun
sekitar tahun 1839 sebagai menara yang berfungsi sebagai menara pemantau bagi
kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia. Konon, bangunan inilah yang paling
tinggi pada masa itu. Dan, pada tahun 1977 menara ini dijadikan sebagai penanda
astronomi titik 0 kilometer kota Jakarta yang ditandatangani Gubernur Ali
Sadikin.
Akan
tetapi, film ini tidak akan bercerita tentang Menara Syahbandar sebagai titik 0
kilometer Jakarta secara astronomi. Nol kilometer disini lebih dimaknai pada
sejarah Kota Jakarta yang ‘bermula’ dari peran Menara Syahbandar sebagai pintu
gerbang bangsa-bangsa asing untuk membangun sejarah peradaban baru di Kota
Jakarta. Selain itu, nol kilometer juga dimaknai sebagai titik awal dari suatu
perubahan.
Point of View
Film
ini akan memotret Menara Syahbandar sebagai objek sentral (utama) yang digali
melalui nilai-nilai historis, eksistensi kekiniannya, dan upaya konservasi yang
dilakukan. Suara bangunan ini akan dihidupkan melalui subjek-subjek yang akan
bercerita dalam film ini.
·
Nilai-nilai historis mencakup
sejarah awal mula Kota Batavia (Jakarta) dari pelabuhan Sunda Kelapa hingga
terkait dengan keberadaan Menara Syahbandar. Dibubuhi informasi pendukung lain,
yang berkaitan dengan ‘perjalanan’ Menara Syahbandar dari masa ke masa.
·
Eksistensi kekinian maksudnya
keberadaan bangunan pada masa kini. Mulai dari ‘konflik internal’, yaitu posisi
bangunan yang miring mencapai 20 derajat karena tekanan truk-truk dan kendaraan
berat yang lalu lalang di Jalan raya di depan menara ini. Bahkan, menara ini
seperti bergetar (terasa seperti ada gempa) ketika kendaraan tersebut melewati
bangunan ini. Sedangkan dari sisi ‘konflik eksternal’, yaitu respons dari
masyarakat sekitar tentang sejauh mana pemahamannya pada bangunan bersejarah
ini.
·
Upaya konservasi disini akan
menjelaskan pemecahan-pemecahan masalah dari dua konflik yang dikemukakan di
atas. Seperti upaya rehabilitasi/pemugaran fisik yang telah dilakukan dan
rencana ke depannya. Termasuk, bagaimana memberikan edukasi dan memberikan
nilai guna (baik secara lingkungan dan ekonomi) terutama kepada masyarakat
sekitar. Sehingga, keberadaan bangunan bersejarah ini juga turut memberdayakan
dan ‘menghidupkan’ masyarakat sekitarnya.
Maka
dari itu, kata “eks” dalam judul dibubuhi tanda kurung (…) yang menurut Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) berarti kehadirannya dalam teks dapat dihilangkan. Kalau
dilihat dari sisi sejarah, bangunan ini memang adalah bekas penanda titik nol
Jakarta dan menjadi saksi bisu sejarah awal mula Kota Jakarta. Sedangkan jika
dilihat dalam sudut pandang saat ini, kata “eks” bisa dihapuskan/dihilangkan,
karena 0 kilometer bermakna sebagai awal dari revolusi/perubahan dari apapun
yang berkaitan dengan objek sentral ini (pemberdayaan masyarakat misalnya).
Pembabakan
Opening
Pada
bagian opening akan disajikan setting lokasi, bahwa film ini berlokasi
di Jakarta. Film ini akan dibuka dari lansekap pemandangan permukiman
sekeliling objek utama yang sangat sesak, hiruk-pikuk kendaraan dan kemacetan,
asap knalpot kendaraan yang menggumpal di jalan sekitar objek utama. Setelah
itu, akan disajikan aktivitas-aktivitas masyarakat sekitar seperti bersepeda
ontel, berjualan ikan dan peralatan kapal/menangkap ikan di laut, dan
sebagainya. Baru kemudian ‘diperkenalkan’ Menara Syahbandar berikut sejarah
awal mula Kota Jakarta dan 'perjalanan’ Menara Syahbandar dari masa ke masa.
Middle
Pada
bagian middle ini akan disajikan dua konflik berikut solusi-solusi yang telah dan
akan dilakukan.
·
Kondisi fisik bangunan yang
miring dan ‘tekanan’ beban truk-truk dan kendaraan berat yang melintas di
sepanjang jalan di depan Menara Syahbandar. Termasuk beberapa kondisi fisik bangunan
yang masih perlu diperbaiki, permasalahan lingkungan (sampah dan limbah) yang
perlu ditanggulangi, pembangunan yang mulai meninggalkan nilai sejarah, dan
sebagainya. Solusi yang dihadirkan berupa upaya-upaya renovasi dan perbaikan
yang pernah, sedang, dan akan dilakukan oleh pihak yang terkait, dalam hal ini
khususnya pihak Museum Bahari.
·
Persepsi masyarakat sekitar
tentang eksistensi Menara Syahbandar, dan sejauh mana bangunan ini menjadi
bagian sekaligus kapabilitasnya memberdayakan masyarakat sekitar. Suasana ini
divisualkan seperti aktivitas-aktivtas masyarakat sekitar yang diwawancarai. Intinya,
sejauh mana bangunan bersejarah ini mampu berperan mengubah hidup masyarakat
sekitar. Solusi yang dihadirkan berupa program-program pemberdayaan masyarakat
yang telah, sedang, dan akan dilakukan.
Closing
Film
ini akan ditutup dengan sekumpulan harapan-harapan baru untuk bangunan
bersejarah Menara Syahbandar ini. Beberapa simbolis yang dihadirkan seperti
matahari terbit, bunga indah di sekitar lingkungan yang kotor, dan sebagainya. Termasuk
kendala-kendala dan kritikan-kritikan yang bersifat konstruktif terhadap objek
sentral ini.
0 komentar: