DI BALIK LENSA: PRAY, VOICED, & PERSUADE
Sepertinya saya ada janji mengenalkan film perdana yang
menjadi tonggak awal munculnya nama Panakmeng. Inilah film Pray, Voiced, and
Persuade (2014), film yang menjadi gerbang kepedulian anak muda untuk bergerak
menyelamatkan tanah kelahirannya dari kerakusan penguasa dan investor, terkhusus
rencana reklamasi Teluk Benoa Bali. Dan, panakmeng hanyalah identitas yang
lahir begitu saja dari film ini. Jika dipaksa untuk mencari-cari maknanya, maka
panakmeng berasal Bahasa Bali yaitu “panak” yang artinya anak dan “meng” yang artinya
kucing. Jadi, sangat simpel. Panakmeng berarti anak kucing. Akan tetapi, dalam Bahasa
Bali, anak kucing yang kecil (belum dewasa) dinamakan “tai” (ini bukan kotoran
dan sejenisnya, ini sebutan anak kucing). Mungkin bagi sebagian orang, kata “tai”
tidak sopan untuk diteriakkan, maka kemudian diperhalus menjadi “panakmeng”. Panakmeng
adalah simbol dari anak-anak muda yang kritis dalam mengkritik ketidakadilan
dalam bentuk apapun, namun cara yang dilakukan dengan jalan yang lebih terhormat,
dengan jalan kebenaran masing-masing. Jadi, panakmeng bukanlah komunitas, bukan
juga individu. Panakmeng adalah simbol perlawanan, dan anak muda yang setuju
untuk bergerak dengan cara kebenaran masing-masing, maka anda diberi pangkat
sebagai: anak muda beda dan berbahaya.
Film Pray, Voiced, and Persuade adalah film pendek semi dokumenter
yang dirilis secara perdana bertepatan dengan 69 tahun Indonesia Merdeka,
tertanggal 17 Agustus 2014. Asal mulanya, film ini berawal dari obrolan ringan
saya, Deli, Pande, dan Komang yang memandang kritis masalah rencana reklamasi
Teluk Benoa Bali. Kami mempunyai satu pandangan, bahwa rencana reklamasi Teluk
Benoa itu akan membawa dampak buruk secara sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tetapi
menariknya, pandangan ini disatukan berkat perbedaan cara kami menyuarakan apa
yang ingin kami suarakan ini. Ada yang memang tekun mengkritisi lewat media
sosial, ada yang menyuarakannya lewat musik, ada juga yang menulis, dan
sebagainya. Atas fenomena inilah, maka kami yang kemudian didukung oleh
beberapa muda-mudi di Jakarta membuat film ini. Film ini mulai dikerjakan pada tanggal 6 Juli 2014 hingga 17
Agustus 2014 secara swa produksi. Sumber pendanaan untuk produksi film ini sepenuhnya
berasal dari donasi sukarela para crew
dan subjek yang terlibat dalam film ini. Dan, inilah oretan di balik lensa film
ini.
Film Statement “Pray, Voiced, and Persuade”
Bali Tolak Reklamasi dan Batalkan Perpres Nomor 51 Tahun
2014 adalah dua jargon yang sering diserukan untuk menolak rencana reklamasi
Teluk Benoa Bali. Tapi, banyak yang menyerukan tanpa paham substansi apa yang
diserukan. Apa itu reklamasi? Bagaimana kronologi rencana reklamasi Teluk Benoa
hingga sejauh ini? Dan, seperti apa dampak yang akan ditimbulkan jika
megaproyek itu berhasil dilakukan? Sebagian diantaranya mungkin hanya mengambil
isu tersebut hanya untuk membesarkan nama organisasi, sebagai ajang promosi
terselubung. Mungkin juga ada yang diboncengi beragam kepentingan dan
terindikasi bukan sebuah perjuangan yang murni. Bahkan, yang paling disesalkan
adalah anak muda yang belum aware,
tidak tahu, atau bahkan tidak mau tahu tentang isu tragis ini.
Perlawanan terhadap reklamasi Teluk Benoa semakin hari
semakin ramai digelorakan. Beragam aksi telah dilakukan, seperti gerakan turun
ke jalan, demonstrasi, dan penggalangan dukungan. Tak bisa dipungkiri, masih banyak
pula hal lain yang dapat diperjuangkan untuk mendukung gerakan ini. Melalui hal-hal
kecil dan tergolong sederhana di tengah keseharian pun merupakan langkah yang
patut diapresiasi. Mulai dari bagaimana kita memanjat syukur kepada Tuhan atas
anugerah alam yang indah. Bersuara dalam kegemaran masing-masing, dan bagaimana
kita mengajak dan menyadarkan orang lain untuk cinta alam dan lingkungan,
terlebih kepada anak dan cucu sebagai generasi penerus. Di ibukota Jakarta,
langkah-langkah sederhana seperti inilah yang dirasa paling ideal dan feasible untuk dilakukan.
Intinya, potret perjuangan melawan rencana reklamasi
Teluk Benoa Bali oleh anak-anak muda di Ibukota Jakarta dengan caranya
masing-masing yang akan divisualkan dalam film ini. Bagaimana subjek mengajak dan
menyadarkan dirinya sendiri terlebih dahulu, dan menyuarakan semangatnya dengan
cara-cara simpel yang dapat dilakukan.
Pertama, seorang pemudi yang melestarikan seni, budaya, dan tradisi
Bali di tengah gempuran arus globalisasi. Dalam perjuangan sederhananya, ia
selalu berucap syukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada alam dengan
cara-cara konvensional yang dilakukan orang Bali.
Kedua, seorang pemuda yang kritis dan sosial. Dia mengikuti arus
pemberitaan rencana reklamasi Teluk Benoa sampai pada akhirnya ia tergerak
untuk meneriakkan Bali Tolak Reklamasi. Akan tetapi, dia tidak memilih untuk
menggelar demonstrasi ataupun gerakan turun ke jalan. Ia bersuara di
media-media sosial, dan berpetualang menyebarkan suara Bali Tolak Reklamasi.
Ketiga, seorang pemuda yang hobinya bermusik dan lewat karyanya dia
mencoba menawarkan ajakan untuk lebih cinta alam dan gerakan-gerakan konservasi
di dalamnya.
Dan terakhir, ada subjek
pendukung yaitu seorang anak yang menutup film ini dengan doa tulus memohon
kepada Tuhan, agar alam senantiasa dalam perlindungan-Nya.
Membuka mata penonton bahwa untuk melakukan perlawanan
seperti menolak reklamasi Teluk Benoa juga dapat dilakukan dengan cara-cara
yang simpel. Sekaligus, mengajak anak-anak muda untuk lebih peduli terhadap
alam dan konservasinya. Film
ini didedikasikan untuk gerakan Bali Tolak Reklamasi dalam wadah forBALI (Forum
Rakyat Bali Tolak Reklamasi) serta gerakan-gerakan serupa yang peduli terhadap
alam dan lingkungan.
Sebelum rilis perdana tanggal 17 Agustus, film ini
terlebih dahulu diserahkan ke forBALI pada tanggal 4 Agustus 2014 di kantor
WALHI yang diterima oleh Gilang, salah seorang relawan forBALI. Panakmeng tidak
berhenti sampai disini. Film ini kemudian dicetak dalam bentuk keping DVD,
namun terbatas sebanyak 150 keping. Lagi-lagi proses ini dikerjakan secara
mandiri, bahkan untuk cover DVD kami gunakan kertas HVS bekas yang sisa
halamannya masih bisa digunakan untuk print.
Keping DVD ini selanjutnya dijual untuk menggalang donasi sebagai bentuk
dukungan kepada forBALI. Alhasil, akhirnya terkumpul donasi sejumlah Rp 1 juta
yang telah diserahkan langsung kepada forBALI. Maka, sejatinya ide sederhana
bersama ini menjadi tali panjang yang menyambung ikatan demi ikatan untuk terus
menyuarakan dan menggerakkan perlawanan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa,
Bali.
Tali itu kemudian bersambung lagi berkat respon positif terhadap
film ini, yang cukup bertebaran di media sosial. Seperti datang dari band yang
setiap liriknya memanaskan ideologis saya: Superman Is Dead (SID). Dalam
facebook resminya, mereka membagi link film
ini kepada Outsiders dan Lady Rose dengan pujian seperti ini: film
pendek semi-dokumenter yang sangat apik “Pray, Voiced, & Persuade” for Bali
Tolak Reklamasi, yuk ditonton! Dan juga beberapa kicauan di media sosial
twiter, salah satunya datang dari @FirmanKEROCK yang menulis “filmya keren, pas
rekaman lagu. Liriknya bikin merinding. Sukses bli. Tetap #BaliTolakReklamasi”.
Dan juga beberapa saran-saran membangun dari anak muda beda dan berbahaya yang
telah mendonasikan uangnya melalui pembelian DVD. Dan tak kalah kerennya,
komentar dari Bapak I Made Juli, Koordinator Indonesia Network, yang kemudian
menyarankan agar film ini ditayangkan di stasiun televisi lokal Bali: Bali TV.
Panakmeng mendapat tawaran tali lagi. Akhirnya, proposal
penayangan film dilayangkan kepada pihak Bali TV melalui Bli Ary Wiratmaja,
salah seorang produser dan pewarta di Bali TV. Tali kemudian diikatkan kembali,
proposal diterima oleh pihak Bali TV langsung oleh Bapak Satria Naradha, pimpinan
Bali TV. Film “Pray, Voiced, & Persuade” tayang perdana di Bali TV pada
hari Minggu, 21 September 2014 pukul 21.30 WITA. Namun, saya sendiri tidak
dapat menyaksikan momen spesial ini. Saya bersama teman-teman sewaktu kuliah
sedang mendaki di Gunung Mahameru dan hanya bisa membayangkan reaksi penonton
dari balik sela pepohonan di Kali Mati. Dari tutur teman saya di Bali, video
klip “Lawan” yang menjadi original
soundtrack film ini juga beberapa kali sempat menghiasi acara musik di Bali
TV. Nampaknya, panakmeng sudah mampu tersenyum dengan semua ini.
Teaser film : https://youtu.be/swIfoXEnVdA
Full movie : https://youtu.be/b9XluNl7K0M
Video Clip "Lawan" : https://youtu.be/MhfVs0EKo9U
Behind the Scene : https://youtu.be/DZ7LdS1PbNc
Pada
akhirnya, film “Pray, Voiced, and Persuade” mampu hadir dan mengisi sejarah
perjuangan melawan reklamasi Teluk Benoa. Sebuah film yang diharapkan menjadi
virus ampuh dalam menggaungkan dan menularkan demam penolakan reklamasi Teluk
Benoa Bali. Sebuah film yang mampu mendulang donasi ala kadarnya untuk men-support perjuangan kawan-kawan di Bali,
melalui forBALI. Dan tali ini masih panjang lagi sambungannya, mohon ditunggu. Selamat
menonton (kembali) film ini, semoga mampu menggedor seisi kepala untuk teriak “Bali
Tolak Reklamasi”.
Director and Editor :
Putu Dharma
Yusa
Camera Person :
Dalile Putra
Behind the Scene :
Wayan
Sugiyama, Widhiana, Indra, Agus Sumarjaya
Main Subject :
A.A. Ayu A.D.
Nareswari J., Komang Agus Aritin, Pande Wayan Rinanta, Aryadi Dharma
Supporting Subject:
Norma Astyari, Niwa, Wida, Gusti Ayu, Eka Widiyawati, Eka
Jaya Santhi, Wayan Januarsa, Wahyudi S., Kade Andre, Erlan Dwipa, Dewi Angereni,
Ida Ayu Putu Indriani, Wirayudha Persadanta, Anom Santhika, Wayan Sugiyama, Wayan
Agus Sumarjaya, Dalile Putra, Indra Putra Dewa, Widhiana Pratama, Genta Martha
Prenawa, Mertayasa, Novi Widari Asih, Nanda Rizka Saputri, Andhi Apriyawan, Surya
Adhistanaya, Riski Basuki, Ayu Kirana Dewi, Komang Yudhistira, Asri Vitaloka, Ayu
Maharani, Putu Sumartini, Anggirisaldi Chandra, Ketut Juliani, Eka Tujiasih, Sutraningsih,
Putu Novhi Widhary, Kompyang Giri, Putu Deny Pradipta, Bagus Trihatmaja.
0 komentar: