CURIK-CURIK TIM SATU TANGLAD - PART 2
Minggu, 7 Agustus
2016. Kami bangun subuh. Jam 5 pagi. Saling membangunkan. Untuk mengejar sapaan
surya pagi yang masih ranum di Nusa Penida, tepatnya di pesisir desa Suwana. Lampu
motor masih kami nyalakan, karena langit begitu gelap. Berkendara beriringan
menuju lokasi yang entah dimana, karena yang tahu hanya Wira dan Arni. Saya dan
bang Jerry sudah bertukar motor dengan Bule-Dita, tapi kami tetap menjadi juru
kunci iring-iringan. Kesialan terjadi, setelah handphone Ian jatuh di jalan.
Kami berhenti membantu mencari, sedang yang lain asyik berkendara tak tahu
kejadian ini. Jadilah rombongan ini terpecah dua. Handphone berhasil
didapatkan. Kami melanjutkan perjalanan. Walau buta arah. Berbekal insting. Hingga
sampai di sebuah pertigaan dengan pohon besar di tengahnya, tanpa penunjuk
jalan. Celaka. Bingung mau kemana.
Tapi kami
beruntung. Rombongan di depan itu salah jalan. Mereka belok kiri. Harusnya
kanan. Dan jadilah kami berpapasan di pertigaan itu. Kami beriringan lagi, tapi
hanya empat motor. Satu-nya ternyata ketinggalan lagi. Ina dan Bli Komang
mungkin asyiknya berkendara, layaknya orang pacaran pada umumnya, hingga tertinggal
karena sebelumnya berada di paling depan. Tapi mereka sadar mereka tersesat.
Telepon dari Arni dijawab, dan akhirnya kami kembali dalam formasi lengkap
menuju Pantai Suwana. Di perjalanan, langit mulai berwarna. Indahnya pagi.
Debur ombak
menyambut kedatangan kami. Langit mulai merah menguning bercampur biru di
pinggirannya. Semua perkakas dokumentasi pun keluar: kamera DSLR 6D Arni, Xiomi
Yi Bule, DSLR Bang Jerry, dan Gopro Bli Komang, sedang yang lain dengan kamera
handphone. Semua menangkap momen yang sama: sunrise.
Dengan sudut pandang dan pengambilan gambar masing-masing. Namun sayang,
matahari tak utuh menaiki garis laut. Karena awan pagi berkhianat pada asa
kami. Sinarnya tak utuh memancar kesana-sini, namun tetap indah jika dipandang.
Jadilah kami berfoto ceria dengan senyum cis kacang buncis, cang kacang
panjang, sambil berlompat ria di atas pasir. Satu pelajaran yang bisa saya
ambil bahwa keindahan bukan hanya soal dimana, tapi bersama siapa. Hingga terik
mulai terasa, kami bergegas kembali ke penginapan untuk mandi dan mengisi perut
dengan sentuhan nasi pagi.
Agenda KIB3 di hari
itu adalah Pengabdian Masyarakat (Pengabmas) yang terpusat di desa Sekartaji,
tetangga Desa Tanglad juga. Bentuk pengabdian berupa pengobatan dan pemeriksaan
kesehatan kepada masyarakat secara cuma-cuma, oleh kakak-kakak relawan yang bergelut
di bidang kesehatan (dokter, perawat, bidan, dsb). Arni dan Ina yang mewakili
kelompok kami. Ditemani ojek mereka masing-masing: Wira dan Bli Komang. Sisanya
jahil. Tepatnya menjahili mereka. Kami memilih berangkat belakangan, dengan
alasan antrian kamar mandi yang hanya sebiji dan setoran pagi yang tak bisa
ditunda lagi. Tapi alasan lainnya adalah kami ingin jalan-jalan, menikmati
eksotisnya bumi Nusa Penida. Mereka akan kami jemput kemudian. Alhasil, jadilah
kami singgah di Bukit Teletubies yang masih satu jalan menuju Sekartaji.
Celakanya, niat agak busuk ini tercium oleh rekan-rekan kelompok lain yang
kebetulan berpapasan dengan kami di jalan. Kami cuek saja, dan singgah
sebentar. Mengambil foto agar gundukan-gundukan bukit yang indah mampu
mendukung wajah-wajah kami. Lalu kami bergegas menyusul kemudian, melewati
jalanan berbukit lengkap dengan ukiran-ukiran khas Nusa Penida.
Kami sampai di
Sekartaji, sekitar tiga puluh menit sebelum acara Pengabmas berakhir. Sedikit
men-support rekan kami yang bertugas,
selebihnya beristirahat setelah melalui perjalanan panjang yang melelahkan. Di
sana terlihat ada beberapa anak-anak yang dibekali ilmu menggosok gigi yang
benar, ada warga yang melakukan pemeriksaan kesehatan: seperti tensi dan gula
darah. Pengabmas selesai. Sekitar pukul dua belas lewat, kami kembali ke
penginapan. Untuk makan siang. Perjalanan kembali melewati Bukit Teletubies,
dan Arni memaksa kami kembali menuruni gundukan bukit untuk berfoto dengan
pasukan lengkap. Dengan spanduk bertuliskan “Aku Menginspirasi, Aku
Terinspirasi”. Masih dengan senyum cis kacang buncis, cang kacang panjang. Tapi
tidak lompat lagi.
Sehabis melalap
makan siang, kami melanjutkan perjalanan wisata menuju Pantai Atuh. Tepatnya
menuju rumah pohon, yang penampakannya cukup mengesankan jika dilihat dari share foto di instagram. Perjalanan dari
Batukandik kira-kira membutuhkan waktu satu jam, namun kata Bapak tua di Pantai
Atuh perjalanan sebaliknya hanya membutuhkan waktu tigapuluh menit. Kami
tertawa bingung, mungkin ada jalan pintas sepertinya. Sampai di lokasi, lelah
perjalanan terbayar habis berkat eksotisnya panorama laut dengan tebing dan
pulau bongkahan tebing yang menjulang tinggi. Butuh keberanian untuk menuruni tebing
yang curam. Karenanya, Ian yang katanya phobia ketinggian merelakan dirinya
menunggu di atas, tidak ikut turun ke rumah pohon. Yang luar biasa adalah Bang
Jerry. Beban tubuh mampu dibungkam oleh semangat menapaki keindahan yang tak
jauh dari ufuk mata. Momen-momen indah di tebing bukit Pantai Atuh tak ada
habis-habisnya kami abadikan. Hingga sore menjelang, kami bergegas menanjaki
bukit dan beristirahat di atas untuk sekadar meneguk minuman yang dijual oleh papak
yang mengatakan jarak Atuh-Tanglad hanya tigapuluh menit.
Kami kembali ke
penginapan. Di perjalanan kami singgah sebentar di SD Negeri 1 Tanglad. Lokasi
dimana kami akan menjajal kelas inspirasi yang telah kami persiapkan. SD-nya
cukup gelap, hanya diterangi lampu depan gerbang sekolah. Gerbang itupun
digembok. Kami seperti orang asing yang salah masuk penginapan. Tapi beruntung
bapak penjaga sekolah tinggal di sebelah sekolah ini. Alhasil, jadilah kami
masuk melalui celah sempit di samping sekolah, tepat di sebelah warung yang
juga menjadi kantin sekolah. Tak lama kami disitu. Hanya menentukan pos-pos
inspirasi. Siapa ada dimana, dimana menaruh spanduk, dan jam berapa harus sudah
berada di lokasi ini. Sekembalinya di penginapan, kami briefing kecil-kecilan
membahas rencana jalannya kegiatan, mulai dari persiapan, opening, kelas
inspirasi, dan closing. Properti yang sudah disiapkan dibagi-bagi, seperti
postcard cita-cita, bintang kelas sebagai reward, stiker nametag siswa, dan
lainnya. Pos-pos pun ditentukan. Dimana, akan ada tiga grup siswa yaitu grup A
(gabungan kelas 1 dan kelas 2), grup B (gabungan kelas 3 dan 4), dan grup C
(gabungan kelas 5 dan 6) memasuki empat pos yang berbeda. Pos pertama adalah pos
“Justicia” milik Ian dan Dewi (para konsultan hukum), pos kedua “Alkana” milik
Dita (dosen kimia), pos ketiga “Desimal” milik saya (statistisi), dan pos
keempat “Stetoskop” milik Ina (perawat). Jam sepuluh malam, briefing selesai
dan saya masih menunggu giliran mandi. Sebelum akhirnya mimpi segera
menghampiri.
0 komentar: