LELAH DILANDA RINDU

04.25 Putu Dharma Yusa 0 Comments


Aku juga manusia biasa. Manusia biasa yang beruntung: masih ditemani cinta dalam keseharian. Benar kata orang: hidup tanpa cinta, bagai dunia tanpa taman, dan bagai taman taka da bunganya. Tak dipungkiri, cinta lah yang membuat bara api corat-mencoret ini masih terjaga. Seperti kata Sapardi Djoko Darmono, “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang telah menjadikannya abu”, seperti inilah arti cinta menurutku sejauh ini. Dan kali ini, cinta telah menuliskan sesuatu untuk aku bagikan. Emmy Fibrianti, itulah nama cinta bagiku. Ini adalah tulisannya: tentang cinta di tengah perbedaan jarak dan waktu. Selamat membaca, cinta.

* * *

For five years, become a couple in a long-distance relationship. Can anyone believe that?  I, even my self can not believe it. Trust me, this is my first love story. Now I want to tell you, what I feel right now at this moment. The distance that stretches between us makes me can’t hug you when I missing you. Even if I only want to hear your voice, I have to know when the right time to call you. Looks like this would make me crazy.

Haruskah aku berterima kasih pada jarak dan waktu, atau sebaliknya ? 

Aku tak tahu pasti jarak Jakarta - Bali, mungkin ratusan atau bahkan ribuan kilometer. Hanya satu yang aku tahu pasti: kita berada pada zona waktu yang berbeda. Waktu di tempatku lebih cepat satu jam dibanding tempatmu. Jarak yang terbentang jauh membuat mata ini tak dapat melihatmu ketika ia ingin bertemu. Sedangkan, waktu membuatku harus rela tidur lebih larut, karena telinga ini masih ingin mendengar suaramu. Lalu, apakah aku masih harus berterima kasih pada jarak dan waktu?

Namun dibalik itu semua, jarak juga mengajariku hal penting: aku dituntut untuk menjadi orang yang lebih sabar. Aku harus sabar menantikan hari dimana aku dan kamu dapat berjumpa secara nyata, bukan lewat skype ataupun via suara. Jika aku hitung-hitung, perlu waktu kurang lebih 180 hari agar dapat berjumpa denganmu. Tahukah kamu, tidak mudah untuk menjadi sabar ketika rindu menerpa?

Lalu, apa yang diajarkan waktu padaku?

Ketika jarak melatihku untuk menjadi orang yang lebih sabar, waktu membuatku sadar betapa berharganya setiap detik yang kita lewati bersama. Aku harus pintar membaca situasi dan tahu kapan harus bermanja-manja denganmu atau bahkan memberimu waktu untuk dirimu sendiri. Waktumu yang tidak begitu banyak ketika pulang ke Bali membuat kita sebisa mungkin mengabadikan setiap momen bersama. Every single thing that we’ve been trough it felt so perfect. Misalnya, masakin mie rebus saja dapat dikategorikan sebagai tindakan yang romantic, hahahaha. Then, do I have to say thank you?

Kepada jarak dan waktu . . .

Sampai detik ini, kalian berdua masih menjadi alasan kandasnya sebuah hubungan untuk beberapa pasangan LDR di luar sana. Entahlah, apakah benar kalian sejahat itu? Atau mungkin, cinta mereka yang tidak cukup kuat untuk mengalahkan kalian berdua? Kepada jarak dan waktu, aku semogakan kalian dapat menjadi sahabat dalam waktu dekat untuk kami berdua. 

Dan kepada kekasih ku . . .

Aku tak pernah menyangka, hanya berawal dari sebuah pesan singkat “Hi, may I know your name?” darimu kita bisa sampai sejauh ini. Did you know that I already fall in love with you when I was sixteen?  Hahaha I hope you’ve noticed that.

Tak pernah ku sangka pula hubungan yang awalnya “jalani aja dulu”, kini menjadi topik dalam setiap pembicaraan ringan kita, tentang masa depan.  Aku sangat senang, kau melibatkanku dalam setiap rencana masa depanmu. Rencana yang tidak hanya sekedar rencana, namun rencana yang kita sedang upayakan agar menjadi kenyataan. Semoga semesta mendukung, astungkara.

Sebagai makhluk Tuhan yang tidak sempurna, terima kasih sudah menerima ku apa adanya. Thankyou for being strong to accept the truth. I know its hard to face the fact, but you are strong enough to accept it. 

4 Agustus 2015  -  Emmy Fibrianti.

0 komentar: